ElitNews.com, Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2019 berada di angka Rp 4.756,13 triliun, dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB (produk domestik bruto) sebesar 29,87 persen.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, komposisi utang Pemerintah sebagian besar merupakan hasil dari penerbitan SBN (surat berharga negara) yakni sebesar Rp 3.984,59 triliun.
"Hingga akhir Oktober 2019, realisasi pembiayaan masih on track di mana posisi utang pemerintah terjaga aman di bawah 30 persen per PDB, yakni sebesar 29,87 persen," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 18 November 2019.
Adapun pinjaman secara keseluruhan terdiri dari pinjaman sebesar Rp 771,54 triliun dan SBN capai Rp3.984,59 triliun. Pinjaman dalam negeri sebesar Rp 7,38 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 764,16 triliun.
Suahasil mengungkapkan, melihat penerimaan dan kondisi belanja negara saat ini, tidak bisa hanya mengandalkan dari pembiyaan dari hasil penerimaan negara saja, agar bisa terus mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja sosial.
"Kalau biasanya pinjaman dari lembaga multilateral itu merupakan salah satu alternatif dari pada meminjam ke pasar. Jadi dua-duanya sebagai sumber pembiayaan APBN kita siagakan kalau kita butuh harus bisa kita ambil, supaya belanja negara bisa tetap dikeluarkan dengan tetap efisien," ungkap dia.
Sementara itu, Kemenkeu mencatat hingga akhir Oktober 2019, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp 1.508,91 triliun atau 69,69 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan masih tumbuh 1,2 persen. Itu lebih rendah jika dibandingkan periode sama pada tahun lalu yakni mencapai 21,3 persen.
Selain itu, Suahasil memprediksi akan ada pelebaran defisit mencapai 2,2 persen terhadap PDB, salah satunya dengan menerbitkan obligasi dalam valuta asing di bulan Oktober lalu. Dengan adanya antisipasi pelebaran defisit tersebut, sehingga Pemerintah secara hati-hati melakukan pengelolaan pembiayaan.
"Defisit akan ada di dekat batas atas 2,2 persen. Ini tidak hanya satu sisi saja , tetapi lihat penerimaan dan sepenting apa pengeluaran dan kita lihat konsekuensi dari pembiayaan," tuturnya.
Suahasil menginginkan, belanja negara secara efisien, sehingga dirinya harus mengimbangi dan menjaga seluruh intrumen pembiayaan. "Ini agar kita mendapat confidence dari pemegang dana besar," tuturnya.
Sumber:Tempo.co