ElitNews.com, Jakarta - Harga minyak dunia jeblok lebih dari 25 persen pada sesi perdagangan Asia, Senin pagi ini, 9 Maret 2020, seiring dengan aksi jual yang melanda akibat perseteruan antara Arab Saudi dan Rusia.
Data Bloomberg memperlihatkan pada pukul 10:06 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2020 anjlok 26,5 persen atau 10,94 poin menjadi US$ 30,34 per barel. Sepanjang tahun berjalan, harga meluncur 50,31 persen.
Adapun, harga minyak Brent kontrak Mei 2020 merosot tajam 25,47 persen menuju US$ 33,74 per barel. Harga anjlok 48,88 persen sepanjang 2020.
Sebelumnya pada akhir pekan lalu, harga WTI sudah turun 10,07 persen atau US$ 4,62 menjadi US$ 41,28 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 terkoreksi 9,44 persen atau US$ 4,72 ke level US$ 45,27 per barel.
Merosotnya harga minyak dipicu tidak tercapainya kesepakatan pemangkasan produksi antara OPEC dan sekutunya. Di sisi lain, Arab Saudi dan Rusia justru ingin memacu tingkat produksi minyak.
“Ini tidak bisa dipercaya, pasar dikuasai gelombang aksi jual saat pembukaan perdagangan. Rencana OPEC dan sekutunya mengejutkan pasar, dengan melibatkan diri dalam perang harga untuk meningkatkan pangsa pasarnya,” kata Andy Lipow, Presiden Houston-konsultan energi Lipow Oil Associates LLC.
Pasar sebelumnya berharap fundamental minyak membaik setelah sisi permintaan terhantam oleh sentimen virus corona. Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc. memperingatkan harga minyak bisa turun ke level US$ 20 per barel seiring dengan perang harga yang terjadi antara negara-negara produsen.
Tim analis Goldman Sachs seperti Damien Courvalin menilai harga minyak dapat menuju level US$ 20 per barel seiring dengan perang harga yang dilakukan oleh Arab Saudi dan Rusia. Harga tersebut merupakan posisi ongkos produksi untuk beberapa negara produsen minyak. “Kami percaya perang harga minyak antara OPEC dan Rusia dapat terjadi akhir pekan ini. Prognosis harga minyak bahkan lebih mengerikan dibandingkan pada November 2014, ketika perang harga terakhir terjadi,” ucapnya.
OPEC dan sekutunya gagal mencapai kesepakatan pemangkasan produksi pada pekan lalu, sekaligus menjadi indikasi adanya perang harga. Bahkan, Arab Saudi berencana menggenjot produksi ke atas level 10 juta barel per hari.
Negara pengekspor minyak terbesar di dunia tersebut juga mulai memangkas harga jual minyak mentah sejak Sabtu pekan lalu ke level terendah dalam 30 tahun terakhir. Aramco, perusahaan minyak milik Pemerintah Saudi Arabia, menawarkan diskon agar konsumen di Asia, Eropa, dan AS tetap menggunakan hasil produksi mereka.
Menteri Perminyakan Saudi Arabia Pangeran Abdulaziz bin Salman dalam pertemuan dengan Rusia telah menyampaikan ultimatum kepada Rusia untuk ikut dapat kesepakatan pemotongan produksi. Namun, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menolak ajakan itu. Menurutnya, setiap negara bebas untuk menggenjot produksinya mulai akhir bulan ini.
Roger Diwan, Konsultan Minyak IHS Markit Ltd. memprediksi harga minyak dapat turun ke level US$ 20 per barel. Dengan kata lain, harga minyak dapat menyentuh titik terendahnya dalam 20 tahun terakhir.
Sumber:Tempo.co