PEKANBARU, ELITNEWS.COM, - Pada 5 Desember 2024, peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang jatuh pada 25 November lalu, diselenggarakan dengan tema “Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan”.
Tema ini diangkat oleh Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) untuk mendorong langkah konkret dalam mengakhiri kekerasan berbasis gender dan memenuhi hak-hak korban.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau menyoroti bahwa peringatan HAKTP tahun ini juga harus menjadi momen refleksi terkait hubungan erat antara kekerasan terhadap perempuan dengan kerusakan lingkungan.
WALHI mengungkapkan bahwa eksploitasi sumber daya alam yang marak terjadi, seperti perkebunan sawit dan tambang, memperburuk kondisi ekosistem dan memicu beban ganda bagi perempuan.
Kehilangan ruang hidup yang produktif, akibat aktivitas industri ekstraktif, seringkali mempengaruhi kehidupan domestik perempuan, yang harus mengelola kebutuhan keluarga sekaligus menghadapi dampak kerusakan lingkungan.
Sri Wahyuni (Ayu), Dewan Daerah WALHI Riau, menyatakan bahwa kerusakan lingkungan akibat izin korporasi seperti perkebunan sawit di Pulau Mendol dan Pulau Rupat, serta aktivitas tambang batu bara di Desa Pulau Bayur, telah merusak ekosistem dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat, terutama perempuan.
Menurut Ayu, perempuan yang mengandalkan sumber daya alam untuk hidupnya, kini terjebak dalam ketidakadilan sosial dan ekologi.
Sri Depi Surya Azizah, staf WALHI Riau, juga menambahkan bahwa kerusakan ekologis semakin memperburuk krisis iklim yang dirasakan masyarakat, terutama di perkotaan.
Salah satu contoh konkret adalah masalah sampah yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan sanitasi yang buruk. Dampak dari pengelolaan sampah yang buruk ini sangat dirasakan oleh perempuan, yang sebagian besar bertanggung jawab atas kesehatan keluarga dan pemenuhan kebutuhan domestik.
Selain itu, perempuan pembela HAM dan lingkungan, terutama perempuan adat dan lokal, seringkali menghadapi kekerasan saat memperjuangkan hak mereka.
Sebagai contoh, perempuan di Pulau Rempang mengalami intimidasi dan kekerasan saat berjuang untuk melindungi ruang hidup mereka. Depi menekankan bahwa perempuan yang memperjuangkan HAM dan lingkungan hidup seringkali menjadi sasaran kekerasan karena kondisi sosial dan patriarki yang membatasi ruang gerak mereka.
Untuk itu, pada momen 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun ini, WALHI Riau bersama sejumlah komunitas di Riau akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang meliputi diskusi dan aksi untuk meningkatkan kesadaran tentang isu kekerasan terhadap perempuan, terutama dalam konteks krisis iklim.
Sebagai puncak acara, pada 10 Desember 2024, WALHI Riau akan meluncurkan sebuah film yang mengangkat perjuangan masyarakat, khususnya perempuan, dalam memperjuangkan hak atas tanah dan ruang hidup mereka.*****