Elitnews.com, Batam - Federasi Sarikat Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam mendatangi kantor Pemerintah Kota Batam dengan tujuan utama menolak revisi UU Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Senin (12/08/2019).
Ketua FSPMI Kota Batam, Alfitoni mengatakan rencana Pemerintah untuk melakukan revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan bentuk perbuatan yang sangat merugikan bagi kelompok buruh Indonesia.
"Jelas-jelas FSPMI menolak keras revisi UU Nomor 13 tahun 2003," tegas Alfitoni.
Masih menurut Alfitoni bahwa ada revisi UU Ketenagakerjaan tersebut akan membuat banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak saja oleh pihak perusahaan sebab uang pesangon sangat murah. "Jika uang pesangon terhadap karyawan permanen hanya maksimal 6 bulan gaji maka sangat diyakini adanya gelombang PHK besar-besaran nantinya," tegas Alfitoni.
Selanjutnya revisi UU Ketenagakerjaan menurut Alfitoni menjadikan adanya rencana pemagangan berkualitas 2 tahun dan dilanjutkan kontrak 5 tahun maka kelak tidak ada lagi namanya karyawan permanen.
"Pemagangan berkualitas hanya diberikan uang transport dan uang makan," terang Alfitoni.
Alfitoni menambahkan bahwa Pemerintah Kota Batam harus bantu kaum buruh untuk menyampaikan aspirasi para buruh supaya revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tidak terjadi.
"Jikalau terjadi maka seluruh buruh di Indonesia akan bersama-sama diajak untuk melakukan aksi besar-besaran supaya menolak revisi UU Nomor 13 tahun 2003," ucap Alfitoni.
Alfitoni menyebutkan bahwa pemadaman listrik secara bergulir di Kota Batam juga akan membuat Pendiri an para buruh semakin banyak.
"Buruh bisa jadi korban jika perusahaan merugi akibat pemadaman listrik pada perusahaan-perusahaan di Kota Batam sehingga terjadi pengurangan karyawan," kata Alfitoni.
Alfitoni juga mengharapkan Pemerintah Kota Batam melalui Walikota Batam supaya meminta Pemerintah Pusat untuk menghadirkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kota Batam bukan harus di Tanjungpinang.
"Jarak Batam ke Tanjungpinang harus mengeluarkan ongkos yang banyak sehingga mempersulit Serikat untuk menghadiri sidang hubungan industrial sebab memperbesar biaya operasional," terang Alfitoni.
Alfitoni menyatakan 90 persen persoalan hubungan industrial berasal dari Batam bukan dari Tanjungpinang, maka pantas Batam harus ada PHI. (Joni Pandiangan)
Ketua FSPMI Kota Batam, Alfitoni mengatakan rencana Pemerintah untuk melakukan revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan bentuk perbuatan yang sangat merugikan bagi kelompok buruh Indonesia.
"Jelas-jelas FSPMI menolak keras revisi UU Nomor 13 tahun 2003," tegas Alfitoni.
Masih menurut Alfitoni bahwa ada revisi UU Ketenagakerjaan tersebut akan membuat banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak saja oleh pihak perusahaan sebab uang pesangon sangat murah. "Jika uang pesangon terhadap karyawan permanen hanya maksimal 6 bulan gaji maka sangat diyakini adanya gelombang PHK besar-besaran nantinya," tegas Alfitoni.
Selanjutnya revisi UU Ketenagakerjaan menurut Alfitoni menjadikan adanya rencana pemagangan berkualitas 2 tahun dan dilanjutkan kontrak 5 tahun maka kelak tidak ada lagi namanya karyawan permanen.
"Pemagangan berkualitas hanya diberikan uang transport dan uang makan," terang Alfitoni.
Alfitoni menambahkan bahwa Pemerintah Kota Batam harus bantu kaum buruh untuk menyampaikan aspirasi para buruh supaya revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tidak terjadi.
"Jikalau terjadi maka seluruh buruh di Indonesia akan bersama-sama diajak untuk melakukan aksi besar-besaran supaya menolak revisi UU Nomor 13 tahun 2003," ucap Alfitoni.
Alfitoni menyebutkan bahwa pemadaman listrik secara bergulir di Kota Batam juga akan membuat Pendiri an para buruh semakin banyak.
"Buruh bisa jadi korban jika perusahaan merugi akibat pemadaman listrik pada perusahaan-perusahaan di Kota Batam sehingga terjadi pengurangan karyawan," kata Alfitoni.
Alfitoni juga mengharapkan Pemerintah Kota Batam melalui Walikota Batam supaya meminta Pemerintah Pusat untuk menghadirkan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kota Batam bukan harus di Tanjungpinang.
"Jarak Batam ke Tanjungpinang harus mengeluarkan ongkos yang banyak sehingga mempersulit Serikat untuk menghadiri sidang hubungan industrial sebab memperbesar biaya operasional," terang Alfitoni.
Alfitoni menyatakan 90 persen persoalan hubungan industrial berasal dari Batam bukan dari Tanjungpinang, maka pantas Batam harus ada PHI. (Joni Pandiangan)