Jakarta - Tidak seperti kebanyakan negara-negara lain, Kazakhstan menerima kembali perempuan yang pernah bergabung ke ISIS.
Salah satu perempuan yang terjebak ISIS mengatakan dirinya sedang berlibur ke Turki. Sampai akhirnya ia dijebak oleh suaminya yang bergabung ke ISIS pergi ke Suriah. Dia mengaku tidak pernah mengamalkan ajaran ISIS.
Namun psikolog pemerintah Kazakhstan tidak mau mengambil risiko. Mereka telah mendengar cerita itu sebelumnya. Mereka telah mendaftarkan perempuan muda itu, yang bernama Aida Sarina, dan lainnya yang pernah menjadi penduduk ISIS.
"Mereka ingin tahu apakah kita berbahaya," kata Sarina, yang berusia 25 dan memiliki seorang putra, seperti dikutip dari New York Times, 12 Agustus 2019.
Tidak seperti hampir setiap negara Barat dan sebagian besar dunia, Kazakhstan menyambut eks ISIS seperti Sarina meskipun dalam pengawasan.
Laki-laki juga diperbolehkan kembali ke Kazakhstan, meskipun mereka menghadapi penangkapan langsung dan prospek hukuman 10 tahun penjara. Hanya sedikit laki-laki yang menerima tawaran itu.
Di pusat rehabilitasi, para perempuan diberikan pengasuh untuk menjaga anak-anak mereka, memberi makan makanan panas dan dirawat oleh dokter dan psikolog, menguji pendekatan lembut kepada orang-orang yang berafiliasi dengan kelompok teroris.
Menurut Sarina hal itu jauh berbeda dari kehidupan sebelumnya di sebuah kamp pengungsian di Suriah yang dikuasai Kurdi, sebuah kamp untuk mantan ISIS.
Alih-alih memperlakukan perempuan sebagai penjahat, para profesional di pusat rehabilitasi mendorong perempuan untuk berbicara tentang pengalaman mereka.
"Kami mengajar mereka untuk mendengarkan perasaan negatif di dalam," kata Lyazzat Nadirshina, seorang psikolog, tentang metode ini. "Mengapa perasaan negatif itu meluap?'" Katanya, dia bertanya pada pasiennya. "Paling sering, itu adalah perasaan seorang gadis kecil yang marah pada ibunya."
Didirikan pada bulan Januari untuk dengan cepat memproses sejumlah perempuan yang ide-ide radikalnya hanya akan menguat jika mereka dijebloskan ke penjara, layanan pusat tersebut tidak begitu bermanfaat bagi para perempuan ketika mereka akan bergabung kembali ke masyarakat, kata panyelenggara.
ISIS merekrut lebih dari 40.000 pejuang asing dan keluarga mereka dari 80 negara, dari 2014 hingga tahun ini. Milisi Kurdi yang didukung Amerika di Suriah masih menahan setidaknya 13.000 pengikut ISIS asing di kamp-kamp, termasuk setidaknya 13 orang Amerika.
Para diplomat Amerika telah menekan negara-negara untuk memulangkan warganya, meskipun tidak berhasil.
Sementara studi tentang program deradikalisasi selama beberapa dekade telah gagal menunjukkan manfaat yang jelas.
Yekaterina Sokirianskaya, direktur Conflict Analysis and Prevention Center, mengatakan program deradikalisasi tidak memberikan jaminan tetapi merupakan alternatif penahanan yang tidak pasti atau hukuman mati.
Pemerintah Barat menunjukkan sedikit simpati. Pembom bunuh diri perempuan jarang terjadi. Inggris dan Australia telah mencabut kewarganegaraan warga negara yang bergabung dengan ISIS. Prancis mengizinkan warganya diadili di pengadilan Irak, tempat ratusan orang dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan yang berlangsung hanya beberapa menit.
Kazakhstan telah mencari peran yang lebih besar dalam diplomasi internasional dengan berbagai inisiatif untuk memecahkan masalah global, termasuk sekali menawarkan untuk membuang limbah nuklir negara lain di wilayahnya. Kini Kazakhstan adalah satu-satunya negara dengan kontingen besar warganya di Suriah, dan sejauh ini setuju untuk memulangkan total 548 eks ISIS.
Sumber:Tempo.co
Salah satu perempuan yang terjebak ISIS mengatakan dirinya sedang berlibur ke Turki. Sampai akhirnya ia dijebak oleh suaminya yang bergabung ke ISIS pergi ke Suriah. Dia mengaku tidak pernah mengamalkan ajaran ISIS.
Namun psikolog pemerintah Kazakhstan tidak mau mengambil risiko. Mereka telah mendengar cerita itu sebelumnya. Mereka telah mendaftarkan perempuan muda itu, yang bernama Aida Sarina, dan lainnya yang pernah menjadi penduduk ISIS.
"Mereka ingin tahu apakah kita berbahaya," kata Sarina, yang berusia 25 dan memiliki seorang putra, seperti dikutip dari New York Times, 12 Agustus 2019.
Tidak seperti hampir setiap negara Barat dan sebagian besar dunia, Kazakhstan menyambut eks ISIS seperti Sarina meskipun dalam pengawasan.
Laki-laki juga diperbolehkan kembali ke Kazakhstan, meskipun mereka menghadapi penangkapan langsung dan prospek hukuman 10 tahun penjara. Hanya sedikit laki-laki yang menerima tawaran itu.
Di pusat rehabilitasi, para perempuan diberikan pengasuh untuk menjaga anak-anak mereka, memberi makan makanan panas dan dirawat oleh dokter dan psikolog, menguji pendekatan lembut kepada orang-orang yang berafiliasi dengan kelompok teroris.
Menurut Sarina hal itu jauh berbeda dari kehidupan sebelumnya di sebuah kamp pengungsian di Suriah yang dikuasai Kurdi, sebuah kamp untuk mantan ISIS.
Alih-alih memperlakukan perempuan sebagai penjahat, para profesional di pusat rehabilitasi mendorong perempuan untuk berbicara tentang pengalaman mereka.
"Kami mengajar mereka untuk mendengarkan perasaan negatif di dalam," kata Lyazzat Nadirshina, seorang psikolog, tentang metode ini. "Mengapa perasaan negatif itu meluap?'" Katanya, dia bertanya pada pasiennya. "Paling sering, itu adalah perasaan seorang gadis kecil yang marah pada ibunya."
Didirikan pada bulan Januari untuk dengan cepat memproses sejumlah perempuan yang ide-ide radikalnya hanya akan menguat jika mereka dijebloskan ke penjara, layanan pusat tersebut tidak begitu bermanfaat bagi para perempuan ketika mereka akan bergabung kembali ke masyarakat, kata panyelenggara.
ISIS merekrut lebih dari 40.000 pejuang asing dan keluarga mereka dari 80 negara, dari 2014 hingga tahun ini. Milisi Kurdi yang didukung Amerika di Suriah masih menahan setidaknya 13.000 pengikut ISIS asing di kamp-kamp, termasuk setidaknya 13 orang Amerika.
Para diplomat Amerika telah menekan negara-negara untuk memulangkan warganya, meskipun tidak berhasil.
Sementara studi tentang program deradikalisasi selama beberapa dekade telah gagal menunjukkan manfaat yang jelas.
Yekaterina Sokirianskaya, direktur Conflict Analysis and Prevention Center, mengatakan program deradikalisasi tidak memberikan jaminan tetapi merupakan alternatif penahanan yang tidak pasti atau hukuman mati.
Pemerintah Barat menunjukkan sedikit simpati. Pembom bunuh diri perempuan jarang terjadi. Inggris dan Australia telah mencabut kewarganegaraan warga negara yang bergabung dengan ISIS. Prancis mengizinkan warganya diadili di pengadilan Irak, tempat ratusan orang dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan yang berlangsung hanya beberapa menit.
Kazakhstan telah mencari peran yang lebih besar dalam diplomasi internasional dengan berbagai inisiatif untuk memecahkan masalah global, termasuk sekali menawarkan untuk membuang limbah nuklir negara lain di wilayahnya. Kini Kazakhstan adalah satu-satunya negara dengan kontingen besar warganya di Suriah, dan sejauh ini setuju untuk memulangkan total 548 eks ISIS.
Sumber:Tempo.co