Yogyakarta - Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mendesak Presiden Jokowi segera menerbitkan Perpu KPK (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan alasan keadaan sudah genting.
Pukat UGM berpendapat pengesahan RUU KPK oleh DPR menjadi penyulut gelombang demonstrasi mahasiswa di Tanah Air sehingga suasana saat ini sudah genting.
“Perpu dikeluarkan untuk membatalkan Revisi UU KPK dan mengembalikan pada UU KPK yang lama," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman hari ini, Jumat, 27 September 2019.
Menurut dia, masyarakat menilai Rancangan UU KPK adalah upaya elite untuk melemahkan dan menundukkan KPK di bawah kontrol kekuasaan. Maka masa depan bangsa menjadi taruhannya sehingga gerakan perlawanan terus bergulir semakin luas dan masif.
Zaenur berpendapat kewenangan penindakan KPK akan terhambat oleh Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas sudah memasuki ranah pro justicia dengan memegang izin penyadapan terhadap orang yang diduga terlibat korupsi, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti.
Di sisi lain, dia melanjutkan, Dewan Pengawas tidak bersifat independen karena diangkat oleh presiden. Hambatan bisa muncul jika KPK menangani kasus yang menyangkut kekuasaan, misalnya pejabat atau pengusaha dari kelompok yang berkuasa.
“Hasil revisi UU KPK bisa membawa masalah serius bagi pemberantasan korupsi."
Menurut Zaenur, Perpu KPK bisa diterbitkan berdasarkan Pasal 22 UUD 1945. Isinya, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, perpu dapat dikeluarkan oleh presiden.
Putusan Mahkamah Konstitusi telah mensyaratkan tiga hal objektif yang dapat dijadikan alasan untuk mengeluarkan perpu.
Tiga alasan tersebut adalah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum, terjadi kekosongan hukum atau hukum yang ada tidak memadai, serta kebutuhan mendesak yang tidak bisa menunggu prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
Zaenur mengatakan masifnya tuntutan dari berbagai elemen masyarakat terhadap penguatan KPK membuktikan bahwa Perpu KPK merupakan kebutuhan yang mendesak.
Pukat UGM juga mendesak Presiden Jokowi harus berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi dengan menjaga KPK dari pelemahan. Presiden harus berani mengoreksi langkah kelirunya bersama DPR dalam melahirkan revisi UU KPK, demi menjaga peradaban bangsa dari kehancuran akibat korupsi.
"Setiap upaya mengubah UU KPK dengan tujuan melemahkan pemberantasan korupsi pasti akan mendapat perlawanan rakyat,” ujar Ketua Pukat UGM Oce Madril.
Sumber:Tempo.co
Pukat UGM berpendapat pengesahan RUU KPK oleh DPR menjadi penyulut gelombang demonstrasi mahasiswa di Tanah Air sehingga suasana saat ini sudah genting.
“Perpu dikeluarkan untuk membatalkan Revisi UU KPK dan mengembalikan pada UU KPK yang lama," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman hari ini, Jumat, 27 September 2019.
Menurut dia, masyarakat menilai Rancangan UU KPK adalah upaya elite untuk melemahkan dan menundukkan KPK di bawah kontrol kekuasaan. Maka masa depan bangsa menjadi taruhannya sehingga gerakan perlawanan terus bergulir semakin luas dan masif.
Zaenur berpendapat kewenangan penindakan KPK akan terhambat oleh Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas sudah memasuki ranah pro justicia dengan memegang izin penyadapan terhadap orang yang diduga terlibat korupsi, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti.
Di sisi lain, dia melanjutkan, Dewan Pengawas tidak bersifat independen karena diangkat oleh presiden. Hambatan bisa muncul jika KPK menangani kasus yang menyangkut kekuasaan, misalnya pejabat atau pengusaha dari kelompok yang berkuasa.
“Hasil revisi UU KPK bisa membawa masalah serius bagi pemberantasan korupsi."
Menurut Zaenur, Perpu KPK bisa diterbitkan berdasarkan Pasal 22 UUD 1945. Isinya, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, perpu dapat dikeluarkan oleh presiden.
Putusan Mahkamah Konstitusi telah mensyaratkan tiga hal objektif yang dapat dijadikan alasan untuk mengeluarkan perpu.
Tiga alasan tersebut adalah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum, terjadi kekosongan hukum atau hukum yang ada tidak memadai, serta kebutuhan mendesak yang tidak bisa menunggu prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
Zaenur mengatakan masifnya tuntutan dari berbagai elemen masyarakat terhadap penguatan KPK membuktikan bahwa Perpu KPK merupakan kebutuhan yang mendesak.
Pukat UGM juga mendesak Presiden Jokowi harus berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi dengan menjaga KPK dari pelemahan. Presiden harus berani mengoreksi langkah kelirunya bersama DPR dalam melahirkan revisi UU KPK, demi menjaga peradaban bangsa dari kehancuran akibat korupsi.
"Setiap upaya mengubah UU KPK dengan tujuan melemahkan pemberantasan korupsi pasti akan mendapat perlawanan rakyat,” ujar Ketua Pukat UGM Oce Madril.
Sumber:Tempo.co