ElitNews.com, Jakarta - Mantan Presiden Bolivia, Evo Morales, memohon agar Angkatan Bersenjata negaranya berhenti menembaki pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Permohonan itu diteriakkan setelah sejumlah aktivis dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan.
“Kami meminta Angkatan Bersenjata dan kepolisian Bolivia berhenti melakukan pembantaian. Institusi negara tidak bisa dinodai oleh darah rakyat,” kata Morales lewat Twitter, Jumat malam, 15 November 2019.
Dikutip dari rt.com, Sabtu, 16 November 2019, setidaknya lima demonstran tewas dan 75 orang lainnya luka-luka dalam unjuk rasa di jalan-jalan kota Cochabamba pada Jumat, 15 November 2019 atau saat aksi protes itu berujung bentrokan. Ribuan pendukung Moreles turun ke jalan sebagai bentuk protes penggulingan Morales dari tampuk kekuasaan. Bentrokan pecah saat militer memblokade aksi jalan itu.
Empat dari lima korban tewas itu adalah aktivis. Sedang satu korban lainnya belum teridentifikasi. Komisi Inter-Amerika untuk HAM, mengecam pasukan keamanan Bolivia karena dinilai telah bersikap tidak proporsional dalam kekerasan yang terjadi pada Jumat kemarin.
Kerusuhan di Bolivia saat ini lebih buruk dari sebelum Morales menyatakan mundur. Penunjukan presiden sementara oleh mantan senat oposisi Bolivia, Jeanine Anez, telah membuat situasi semakin kacau.
Anez bukan hanya mengangkat dirinya sendiri menjadi presiden pengganti Morales, namun dia juga menyalahkan semua pihak atas kekacauan yang terjadi. Dia pun memerintahkan agar para diplomat dari Kuba dan Venezuela yang ada di Bolivia angkat kaki karena diduga ikut memperkeruh keadaan di Bolivia.
Sumber:Tempo.co