Batam - Sejumlah petani Pulau Galang melakukan somasi kepada Direktorat Jendral Sumber Daya Air Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Senin (16/3/2020) kemaren.
Karena mereka keberatan menerima nilai ganti yang telah dititipkan (Konsinyasi) oleh BP Batam di Pengadilan Negeri Kota Batam atas ganti rugi tanaman dan bangunan yang mereka miliki, sedangkan lahan atau tanah tidak ada ganti ruginya dikeluarkan.
Padahal berdasarkan keputusan Menteri negara Agraria atau kepala Badan Pertanahan nasional nomor 9 tahun 1993, tentang pengelolaan dan pengusuran tanah didaerah industri pulau Rempang dan Galang diberikan hak pengelolaan tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat maka ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu.
Kuasa hukum petani masyarakat Sei Gong Pulau Galang, Abdurahman H. Achmad SH mengatakan bahwa klien sebanyak 13 orang petani Pulau Galang memiliki, menguasai dan menggarap lahan selama 10-20 tahun yang lalu terletak di Jembatan 6 Desa Sijantung Kecamatan Galang Pulau Galang Batam.
Kepemilikan atau penguasaan lahan itu berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam cq Camat Galang cq Lurah Sijantung dan Kepala Desa Karas atas lahan seluas 300 hektar.
"Klien kami peroleh lahan dengan cara membayar ganti rugi sebesar Rp800.000.000 kepada kelompok Masyarakat Tempatan (suku melayu) yang telah memiliki, menguasai atau menggarap lahan berdasarkan surat tebas tebang tahun 1981 lalu," ucap Abdurahman, Selasa (17/3/2020) di Batam Center.
Dijelaskannya, menurut asal usul atau riwayat kepemilikan lahan masyarakat tempatan (suku melayu) kelompok warga itu diperoleh dari nenek moyang leluhur mereka yang telah memiliki, menguasai dan menggarap sejak tahun 1834 berdasarkan kronologi kepemilikan lahan masyarakat Rempang Galang.
Berdasarkan alasan tersebut maka klien kami memberikan somasi agar dalam waktu 14 x 24 jam terhitung dari 16 maret 2020, agar Kementrian PUPR dan BP Batam segera membayar ganti rugi lahan tersebut, jika tidak maka maka pihaknya akan mengambil peraturan perundang-undagan yang berlaku.
"Kami menawarkan dua opsi untuk mengakhiri masalah tersebut. Pertama agar meninjau ulang kembali pembayaran ganti rugi yang akan dibayarakan itu. Kedua, ganti rugi bisa dengan kompensasi lahan penganti, baik itu di Batam maupun diluar Batam agar para petani itu dapat kembali membuka lahan pertanian," bebernya. (R)